Malang melintang dengan berbagai jabatan di Perusahaan Listrik Negara (PLN), Purnomo kini menduduki jabatan strategis sebagai General Manager PT. PLN (Persero) Pusat Sertifikasi/PLN Pusertif.
PLN Pusertif sendiri adalah Lembaga Pengujian yang terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dengan nama Laboratorium PT PLN (Persero) Pusat Sertifikasi – LMK Lab No. LP-005-IDN.
Dengan Bidang Pengujian untuk Sistem Pembangkit, Transmisi, dan Distribusi (Pengujian), Pusertif memiliki fungsi dan tugas pokok bertanggung jawab menjamin terlaksananya pengelolaan pengujian, pengelolaan laboratorium, dan konsultasi teknik sesuai dengan standar nasional dan internasional.
Berada dalam perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berhubungan dengan masyarakat banyak dan stakeholder, kepemimpinan Purnomo tentunya menjadi penentu keberhasilan anggota tim dalam mencapai visi Pusertif.
Ia menilai, Pusertif dengan ruang lingkup kerja di bidang Testing, Inspection, Certification (TIC) memiliki banyak tantangan. Selain dilingkupi oleh adanya standar dan prosedur yang ketat, layanan dan kegiatan Pusertif juga harus mengikuti perkembangan teknologi. Sementara ia berharap, layanan Pusertif dapat memberikan layanan yang terbaik untuk pelanggannya dan outputnya dapat berkontribusi untuk PLN.
Apalagi, percepatan transisi energi sudah menjadi top strategi Nasional maupun PLN. Oleh karena itu, bagaimana Pusertif (PLN) sebagai entitas bisnis yang core bisnis-nya adalah TIC bisa memperluas layanan untuk bisa memenuhi standar green energy.
Dengan pengalamannya di berbagai jabatan di PLN dan dukungan keilmuannya di perguruan tinggi, Purnomo mengatasi berbagai tantangan Pusertif dengan strategi kepemimpinannya yang menyangkut visi dan komitmen bersama, sumber daya yang dimiliki, serta anggota tim. Tak lupa, sebagai pemimpin, ia juga terus menginspirasi anggota timnya untuk memberikan ide-ide kreatif dan berinovasi demi kemajuan Pusertif di masa mendatang.
Untuk mengetahui lebih jelas bagaimana Purnomo menjalankan strategi kepemimpinannya, berikut petikan wawancara dengan redaksi Majalah SNI Valuasi dan The Quality.id di kantornya, di Jalan Laboratorium No.1, RW.1, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, (07/03/2024).
1. Selama fase perjalanan karir Bapak selama ini. Mungkin hal apa yang bisa Bapak ceritakan terkait masalah leadership atau kepemimpinan?
– Menurut saya, apa yang saya alami, yang paling penting itu adalah yang pertama itu, apa namanya, visi bersama dan komitmen.
Artinya gini. Visi bersama itu, “apa sih yang mau kita capai?” Itu harus clear dulu yang harus diketahui oleh semua anggota kita. Nah yang kedua itu, komitmen. Komitmen untuk mencapai tujuan tersebut.
Bisa saja target sudah dikasih gitu dan enggak tercapai, terus ya udah. Ada tantangannya berat, ya udah nggak tercapai. Tetapi kalau ada komitmen bahwa ini harus tercapai, dengan segala kesulitan, rintangan, tantangan, ya harus diatasi. Sehingga tanpa ada komitmen itu nggak akan bisa ter-deliver target itu.
Pertama itu, komitmen dulu bahwa ini harus dicapai. Sudah ada targetnya dan harus dicapai. Itu satu. Setelah itu, tentu pada saat eksekusi kan ada problem-problem atau tantangan-tantangan. Jadi yang kedua adalah bagaimana tim itu bisa melakukan pembelajaran dan adaptasi. Karena bisa saja hambatan, tantangan, atau risiko yang sudah di-identify itu bisa berbeda di lapangan. Oleh karena itu ya harus cepat beradaptasi gitu, enggak bisa, “oh ini kok berubah-ubah terus gitu kan”. Harusnya kan, “ya memang dunia ini berubah” gitu kan.
Kemudian yang penting lagi adalah bagaimana tim ini bisa diberdayakan. Jadi setiap orang harus punya kontribusinya masing-masing. Sehingga semua orang itu punya engagement sendiri-sendiri. Ini yang harus dikontribusikan untuk mencapai satu sasaran korporasi.
Tentu, agar mereka bisa berkontribusi, bisa berdaya, harus dilakukan juga pelatihan, di-upscale kalau memang diperlukan. Tapi kalau itu yang sifatnya nggak perlu upscale, nggak apa-apa, tapi kalau perlu upscale harus di-upscale, karena kalau nggak nanti kontribusinya kan kurang.
Nah, menurut saya itu yang penting. Dan berikutnya, yang menurut saya juga penting lagi adalah integrity, atau integritas. Karena dengan nilai-nilai integritasnya harus diikuti oleh tim kita semuanya. Ini trust bagi antara satu anggota, trust bagi pelanggan, trust bagi stakeholders kita, tanpa memegang trust ini yang nggak akan mungkin kita bisa men-deliver kualitas yang kita tetapkan.
Dan mungkin tambahan lagi adalah yang menurut saya penting. Ini apa namanya? Mindset tim ya mindset tim ini saya kira juga penting. Biasanya kalau gagal itu putus asa, gitu ya padahal ya gagal itu enggak apa-apa. Gagal itu yang penting ini juga, karena menurut saya yang penting adalah apa sih lesson learn-ya gitu loh.
Nah, yang terakhir yang menurut saya paling penting lagi adalah kolaborasi. Karena setiap organisasi atau individu itu selalu pasti punya keterbatasan. Baik itu keterbatasan sumber daya manusia, kompetensi, kemudian finansial segala macam. Dan kita enggak bisa juga kerja sendiri, sehingga menurut saya menjadi penting pula untuk menanamkan mindset bahwa kolaborasi itu penting.
2. Sepanjang karir bapak menjalankan peran sebagai leader, apa saja tantangannya?
– Kalau di dunia TIC ini, sebenarnya banyak tantangannya. Yang pertama kalau di TIC kan prosedur atau standarnya kan ketatnya. Standar nasional mengatur standar internasional itu kan ketat. Di sisi lain, kan standar itu adalah cermin dari kualitas. Nah, kalau ngomong quality kan berarti nanti juga ngomong cost gitu. Nah bagi penyedia atau produsen-produsen, tentu kan nanti mainnya di situ ya. Mainnya antara cost dengan quality atau dengan standar. Nah ini jadi satu tantangan yang harus kita jaga.
Ada juga standar yang kaitannya dengan perkembangan teknologi, sehingga standar-nya juga terus berubah. Hal ini jadi masalah juga, di mana para pemain itu kan enggak bisa dengan cepat untuk mengikuti (perkembangan teknologi). Nah, ini juga salah satu tantangan juga bagi kami, bagaimana kami memastikan secara terus menerus untuk menjaga standar ini bagaimanapun tetap bisa comply, sekaligus bagaimana kita menjalankan ini semua dengan efisien.
Karena tadi saya katakan permasalahan netizen ini kan ujung-ujungnya soal cost. Dan cost ini ujung-ujungnya quality. Jadi unsur cost juga penting di perusahaan TIC atau bisnis TIC. Kemudian juga bagaimana kami selalu menjaga peralatan, prosedur, dan kompetensi teman-teman di sini agar tetap terjaga, sehingga tetap harus comply dengan standar itu.
Kemudian yang penting lagi yang menurut saya adalah yang tadi sempat saya singgung, yakni perihal perubahan perkembangan teknologi. Pada akhirnya, mau tidak mau peralatan uji kita boleh dibilang menjadi absolut. Kenapa, karena sekarang perkembangan teknologi standarnya juga berubah, alat uji kita jadi sudah enggak relevan lagi. Hal ini juga menjadi salah satu apa tantangan yang menurut saya harus kita antisipasi juga. Oleh karena itu bagaimana pemilihan teknologi peralatan kita itu bisa match paling enggak di siklus waktunya ini bisa bisa memenuhi.
Kemudian yang terbaru adalah terkait percepatan transisi energi. Mungkin sudah pernah mendengar bahwa percepatan transisi energi ini sudah menjadi top strategi Nasional maupun PLN. Oleh karena itu, bagaimana Pusertif (PLN) sebagai entitas bisnis yang core bisnisnya adalah TIC (Testing, Inspection and Certification) bisa memperluas layanan untuk bisa memenuhi standar green energy.
Nah artinya, nanti kita pasti akan butuh alat uji baru karena ada standar yang baru, kompetensi baru untuk orang-orangnya yang harus saya upscale, saya butuh investasi dan sebagainya. Nah ini, menurut saya akan menjadi tantangan ke depan yang juga harus kita hadapi.
Hal penting lainnya adalah, ke depan kita juga harus melakukan advokasi dan edukasi kepada pelanggan atau masyarakat, yang dalam hal ini ada industri, ada bisnis, ada perorangan. Hal ini menurut saya penting karena awareness atau kepedulian terhadap green energy kan belum muncul di masyakarat, meskipun kalau untuk bisnis dan industri sudah mulai muncul kesadaran akan hal itu.
Nah, bagaimana kita punya bisnis TIC ini, mereka bisa memanfaatkan kita nantinya. Misalnya kita bisa melakukan audit energi, nanti kita bisa melakukan verifikasi GRK misalnya. Nah itu sebetulnya dalam rangka untuk mereka melakukan aksi pengurangan emisi dengan cara yang benar dan tentu dengan cara yang efisien bagaimana caranya.
Kemudian yang tak kalah penting adalah perihal kebijakan dan regulasi yang tentu kan berkembang ya kalau berkembang ya, ini salah satu dampaknya yang kita harus ikuti juga, karena tentu nanti kita juga harus kan complay dengan semua aturan itu.
3. Apa strategi atau kunci sukses dalam kepemimpinan bapak?
– Kalau menurut saya, kita harus punya vision dan inovatif. Kita tidak hanya mengerjakan hal jangka pendek, tapi jangka panjang. Karena tadi saya cerita soal green energy, ada kaitannya dengan sustainability ke depan. Jadi ini yang harus mulai disiapkan, harus mulai dirancang, milestone-nya harus dibuat, target-target tahunan itu kan harus dibuat.
Nah, yang kedua menurut saya inovatif. Dengan banyaknya hal-hal yang baru-baru seperti ini, kita mau menunggu apa lagi kalau kita enggak melakukannya dengan cara-cara inovatif. Apalagi kalau kita bicara soal green energy, itu pasti konotasinya adalah biayanya lebih tinggi. Memang ada satu hal yang bisa lebih tinggi kualitasnya dengan harga yang lebih murah, tapi itu hanyalah case-case tertentu, tetapi nggak semuanya seperti itu.
Yang berikutnya saya kira kita akan berhasil jika kita memiliki kemampuan untuk beradaptasi ya. Kita sudah nggak boleh bangun PLTU lagi, semuanya harus green. Oleh karena itu kita harus juga beradaptasi bagaimana nanti soal jaringan, power plan dan semuanya sudah harus smart. Karena rata-rata, sebagian besar energi green itu kan ketersediannya kan intermiten ketersediaannya enggak kontinu. Oleh karena itu, ya kita harus punya power plan yang smart harus punya grade yang smart. Itu tuntutan yang harus kita bisa ikuti.
Berikutnya yang penting juga adalah kita harus berperilaku etis dan berkelanjutan. Karena, kita dalam menjalankan bisnis TIC menurut saya harus mempraktekkan dan mendorong etika bisnis yang kuat. Selain itu, transparansi juga menjadi hal yang penting. Tadi saya sempat katakan ada integriti. Ini karena kaitannya nanti membangun kepercayaan dari seluruh stakeholders kita. Jadi kalau integriti kita enggak clear, ya stakeholder, klien atau pelanggan kita enggak percaya sama kita, perusahaan nggak akan jalan. Jadi menurut saya perihal integeritas memang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Kunci sukses juga termasuk bagaimana menyiapkan tim yang solid, kuat, masing-masing individu berkontribusi dengan baik. Di tempat saya ini kan lebih banyak bekerja di bidang operasional, orientasinya operasional sehingga creative thinking kita dalam melakukan pekerjaan adalah agar semuanya lebih mudah dan lebih cepat menurut kita.
Seorang leader juga harus hadir sebagai seorang problem solver sehingga bisa menginspirasi timnya, untuk menjadikan setiap individu dari tim sebagai problem solver. Jika tidak, maka nantinya setiap individu menemukan masalah, mereka akan saling lempar tanggung jawab dan yang terburuk, masalah justru ditinggalkan.
4. Apa strategi bapak sebagai leader untuk menggerakkan SDM berfokus pada tujuan bersama dan mungkin hal itu bisa menjadi nilai sebagai human capital dalam sebuah organisasi?
– Kami memandang human capital itu sebagai aset. Bukan berarti mereka hanya sebagai mesin saja, tetapi juga soul. Jadi mereka adalah sumber daya yang bisa memberikan manfaat atau value bagi perusahaan. Kalau tidak, mereka ini justru menjadi beban, menjadi liabilitas bukan aset lagi. Oleh karenanya, yang selalu kami tanamkan kepada teman-teman di sini adalah kalau Anda tidak produktif, berarti perusahaan mengeluarkan biaya untuk beban. Tetapi kalau Anda produktif, value Anda dikurangi beban kan masih positif.
Saya kira, membangun mindset bersama ini juga menjadi penting. Bahwa kalau beban yang dikeluarkan perusahaan lebih tinggi dari value Anda, berarti Anda sebetulnya bukan aset lagi, tetapi Anda merupakan beban atau liabilitas. Prinsip itu yang kita tanamkan sehingga hal itu menjadi PR atau hutang Anda, apabila Anda tidak bisa memberikan produktivitas yang lebih tinggi.
Kemudian yang kedua, human capital ini kan sebagai pelaksana. Kita punya peralatan uji sebesar apapun, secanggih apapun, tanpa SDM yang memiliki kompetensi yang baik hal itu enggak akan optimal. Bahkan malah kontraproduktif.
Oleh karena itu, penting menurut saya bagaimana agar produktivitasnya naik, agar leverage dari human capital ini bisa tinggi ya di-upscale skill-nya. Saya percaya bahwa satu orang yang memiliki skill yang baik, itu bisa lebih baik dari 5 orang yang tidak memiliki skill yang baik.
Jadi yang hal utama pertama adalah kompetensinya. Karena kalau kompetensi kan ada skill dan ada knowledge lah ya. Artinya, kompetensinya diatur dulu agar sesuai dengan apa yang kita butuhkan.
Kita juga punya aset yang di luar SDM tadi. Kan banyak kita punya laboratorium pengujian, kita juga punya banyak sistem branding di sana. Agar semua peralatan-peralatan kita, alat-alat kita, aset-aset yang berupa peralatan ini bisa leverage-nya tinggi ya kita up-scale skill dari teman-teman di tim ini.
Bagaimana caranya agar semua value aset kita bisa lebih tinggi, termasuk kompetensi teknis juga dalam hal ini adalah kompetensi kolaborasi yang kita tanamkan kepada teman-teman semua.
Jadi kolaborasi itu bisa antar divisi, antar bagian secara internal, juga kita bisa kolaborasi secara korporasi. Misalnya PLN Pusertif ini dengan anak perusahaan PLN, dengan holding, dengan subholding. Karena mereka juga punya resource. Resource mereka satu, resource saya satu, jadi 3 nih. Tapi kalau saya nggak kolaborasikan, resource saya satu karena nggak saya kolaborasikan ditambah nol jadi nol.
Nah ini yang kita juga upscale kompetensi teknis dari teman-teman, makanya kami sangat fokus dan kami punya juga transformasi yang kita sebut sebagai moonshot untuk SDM kita ini, kita mapping kebutuhan kompetensi yang dibutuhkan di masing-masing bidang bisnis yang kita punya. Dan teman-teman ini punya sertifikasinya kompetensi di bidang apa, dan kita tempatkan sesuai bidangnya. Saya kira penting untuk bisa kita me-leverage aset-aset yang kita miliki.
Terkait dengan human capital ini yang penting lagi adalah bagaimana menjawab tantangan agar teman-teman tetap punya semangat dan motivasi, sehingga seluruh anggota tim kita ini punya engagement atau tingkat kepuasan bekerjanya tinggi dan menghasilkan produktivitas yang tinggi pula.
Untuk hal itu, kita sudah melakukan banyak hal, di antaranya wellness program, olahraga bersama, kegiatan-kegiatan bersama. Kita ciptakan kondisi lingkungan yang kondusif, kemudian kita membuat program penghargaan bagi semua pegawai dan kita lakukan komunikasi, dialog secara terbuka setiap Minggu.
Budaya inovatif dan kolaboratif menjadi penting agar tim melayani dengan orientasi ke pelanggan, kemudian melakukan ide-ide inovatif bagaimana bisa apa memenuhi lebih dari harapan pelanggan, dan kita juga bisa melakukan inovasi-inovasi untuk melakukan efisiensi. Sehingga itu juga akan mengurangi cost dan tentu tidak boleh mengurangi quality.
5. Ada yang mengatakan bahwa salah satu parameter pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang menginspirasi atau pemimpin inspiratif. Bagaimana tanggapan Bapak mengenai hal itu?
– Saya kira itu benar ya. Meskipun untuk sukses tidak hanya inspirasi. Kalau inspirasi itu meng-inspire agar orang lain melakukan hal yang sama. Menginsipirasi saya kira adalah salah satu atribut yang harus dimiliki oleh seorang leader. Menginspirasi agar tim melakukan perbaikan pelayanan, melakukan ide-ide kreatif. Kemudian memberikan inspirasi agar mereka termotivasi untuk melakukan pembelajaran yang terus menerus. Hal ini mudah untuk diucapkan namun sulit juga untuk dilakukan.
Di setiap pertemuan atau event, saya sering menyampaikan quote-quote yang kuat dan pernah disampaikan oleh para pesohor atau leader-leader dunia yang relevan. Saya selalu mencari itu untuk menginspirasi orang. Karena terkadang, orang masih menilai bukan hanya dari kata-katanya yang benar, omongannya saja yang benar, tetapi orang justru menilai dari sosok yang menyampaikan. Maka dari itu, saya merasa terinspirasi dari tokoh-tokoh besar yang sukses, lalu menurunkannya ke tim agar mereka juga terinspirasi dari kata-kata tersebut.
6. Sedikit dari kehidupan pribadi Bapak, selain memangku jabatan sebagai General Manager, apakah ada kesibukan lain?
– Saya sibuk hanya di kantor saja karena bekerja di kantor saja selalu sampai malam hari. Kalau saya punya kesibukan lain, nanti waktu untuk keluarga jadi tidak ada. Jadi kegiatan saya hanya di kantor dan di rumah, itu saja.
Kegiatan di rumah, lebih banyak saya gunakan untuk beristirahat dan bercengkerama bersama keluarga. Di akhir pekan misalnya, saya gunakan sebagai quality time bersama keluarga.
Kadang-kadang kalau sempat saya juga bercocoktanam. Saya sedang hobi bertanam tanaman-tanaman yang menyehatkan, seperti sayuran, kenikir, selada. Kita melihat tanaman hijau itu juga sudah menyehatkan juga kalau dikonsumsi lebih menyehatkan lagi. Ya paling itu saja kesibukan. Lainnya, misalnya ikut kegiatan asosiasi atau ada aktivitas organisasi. []