Penerapan SNI Meningkatkan Brand Value Perusahaan

Mengawali karirnya sebagai enginer di perusahaan mesin Singapura, Joko Sutopo kini menjabat sebagai Plant Director di PT Schneider Indonesia, salah satu perusahaan electric terkemuka di dunia. Dalam menjalankan perannya sebagai leader, ia menerapkan prinsip create more leader than follower, membangun lebih banyak leader daripada membangun pengikut.

Menurut Joko Sutopo penerapan SNI sudah menjadi kebutuhan bagi perusahaan. SNI dibutuhkan untuk menjaga sustainability bisnis perusahaan. Dengan komitmen terhadap penerapan SNI produk akan lebih dipercaya dan tentunya meningkatkan brand value dari produk tersebut.  

Berikut adalah wawancara SNI Valuasi dengan Joko Sutopo:

  1. Mohon diceritakan tentang latar belakang pendidikan dan perjalanan karier Bapak? 

Saya lulus D3 tahun 1994 jurusan Tehnik Mesin. Setelah lulus saya mendapatkan pekerjaan pertama di Singapura. Kemudian pulang ke Indonesia, saya join di perusahaan otomotif sebagai Supervisor Product  Development. Waktu jadi enginer di Singapura merasa bukan jiwa saya. Saya lebih memilih ke generalis daripada spesialis. Sehingga pindah dari enginer ke Indonesia sebagai supervisor product development. 

Tidak lama saya pindah ke perusahaan electronic technic conductor. Cukup lama 9 tahun. Dulu mindset orang product electronic itu Jepang. Kemudian muncul perusahaan-perusahaan electronic yang cukup kuat dari Korea seperti Samsung, LG, yang berkompetisi dengan Jepang. Akhirnya dari sisi harga dan lainnya tidak bisa kompetitif. 

Saya memutuskan untuk pindah ke perusahaan Jepang lain namanya Hitachi, yang bergerak di alat berat seperti hexavator, dum truk, dan sebagainya. Tahun 2008 saya bergabung ke Schnedier, perusahaan listrik. Di sini cukup kompleks dari berbagai latar belakang industri. 

Karena ada tuntutan pekerjaan dan ingin meningkatkan edukasi saya ambil S1 di Jayabaya dan S2 di Mercubuana. S2 saya tidak ambil tehnik tapi financial management. Sedikit bergeser dari latar belakang pendidikan saya. 

Dari 6 perusahaan yang pernah join, Schenedier paling dinamis. Itu juga yang membuat menarik karena diperpanjang tiap tahun dan posisi berubah-ubah terus. Mulai sebagai Industrial improvement manager, hingga berada di posisi sebagai plant director. Itu semua membuat saya memperkaya ilmu baik dari sisi manufacturing dan sebagainya.  Waktu itu Schenedier punya 8 pabrik di Indonesia. Punya produk yang berbeda-beda. Sangat menarik dan saya menikmati pekerjaan tersebut. Hingga saat ini sudah hampir 15 tahun di Schnedier. 

  1. Apa kunci sukses bagi Bapak dalam menjalani karier? 

Setelah beberapa kali berpindah perusahaan dan jabatan yang paling penting menurut saya adalah komitmen yang tinggi. Itu harus dimiliki seorang leader. Kemudian integritas. Setelah terjun di dalamnya tentu bagaimana kita membangun tim. Bagaimanapun sebuah perusahaan dikelola oleh manusia sehingga peran anggota organisasi menjadi sangat penting. Nilai yang saya terapkan adalah create more leader than follower. Jadi bagaimana kita bisa membangun lebih banyak leader daripada kita membangun pengikut.

Pengikut itu selalu iya, inggih, tapi kalau leader bisa jadi sering bertentangan dengan kita. Mencari partner jangan dengan orang yang setipe. Kadang kita lebih suka bersama dengan orang yang se-frekuensi. Padahal kalau begitu kita tidak tumbuh karena selalu berada di zona nyaman. Justru kita butuh orang yang berbeda pendapat dengan kita. Orang yang berseberangan dengan kita. Dengan begitu jadi lebih obyektif untuk menilai apa yang akan kita lakukan. 

Kita membangun komunitas dari berbagai generasi. Sekarang banyak generasi yang bermacam-macam, ada generasi X, generasi Z. Kita harus menyadari bahwa kita pun harus beradaptasi dengan itu. Tiap generasi perlu tambahan yang berbeda. Sehingga bagaimana mereka tetap engage dengan kita. Sehingga kita juga bisa membangun leader di perusahaan kita. 

Karena bagaimanapun kita tidak hanya untuk 2-3 tahun, maka sustainability yang harus kita jaga. Makanya kita menerapkan standarisasi, menerapkan banyak hal tujuannnya agar sustain. Untuk sustain kita juga perlu leader. Makanya saya juga pindah-pindah posisi untuk memberikan kesempatan yang lain untuk tumbuh menggantikan tempat saya. Makanya kami ada coaching terhadap tim, ada mentoring, dan mereka bebas memilih mentor. 

Kami juga melakukan survey terhadap karyawan tiap tahun. Survey dilakukan oleh pihak ketiga yang tujuannya untuk mengetahui kondisi karyawan. Kita ingin tahu suara mereka. Apakah atasan mendengar suara mereka,  apakah mereka dihargai, apakah mereka senang bekerja di sini. Kita ingin mengukur engagement ratio mereka terhadap perusahaan. 

  1. Apa tantangan yang Bapak hadapi dalam memimpin perusahaan saat ini serta bagaimana Bapak menghadapi tantangan tersebut? 

Tantangan terbesar menurut saya dalam 5 tahuh terakhir adalah bagaimana menghadapi globalisasi dan digitalisasi. Perubahannya terlalu cepat sementara tidak semua orang siap menghadapinya. Produk-produk  luar juga banyak yang masuk dengan leluasa. Artinya daya saing juga meningkat dan kita dituntut untuk menciptakan produk yang lebih baik. 

Perubahan-perubahan ini kadang orang tidak siap, terutama dari sisi mindset-nya. Maka tim manajemennya harus diperkuat. Karena kalau bicara globalisasi dan digitalisasi sebenarnya kan bukan hal yang baru. Tapi kesiapan orang kita yang perlu dipersiapkan dengan baik. Sama seperti perusahaan lain harus punya namanya winning plan atau strategic plan, 3-5 tahun ke depan. Kita harus mengukur kesiapan orang kita dalam mengejar plan tersebut ke depan, akan ada gap dimana. Gap-gap inilah yang harus dibenerin dulu. 

Bisa jadi gap itu dari knowledge-nya, skill, teknik komunikasi, dan sebagainya. Dan tentunya yang penting juga adalah kemampuan digital mereka. SDM yang sudah lama bekerja biasanya lebih sulit untuk menguasai digitalisasi. Banyak orang tidak bisa komputer. Padahal itu akan menjadi cara kerja yang baru. Akhirnya perusahaan membuat digital citizen sheet, artinya semua karyawan kita akses kemampuan digitalnya. 

Kita maping, SDM lama yang tidak menguasai computer harus ikut training. Yang cukup bagus skill-nya kita undang yang lebih expert untuk membimbing. Kita ingin mereka bisa merubah mindset yang lainnya. Jadi semacam agen perubahan. Kedua mereka bisa membuat sistem yang dioperasikan secara digital.

Jadi bagaimana melihat perubahan itu dari sisi yang positif, mereka mampu mengadaptasi, dan selanjutnya mengadopsi perubahan itu sehingga bisa menjalakan dengan konsisten dan memberikan benefit buat perusahaan. 

  1. Apa tanggapan Bapak bahwa kunci sukses dalam sebuah organisasi/perusahaan, salah satunya adalah dengan menerapkan standardisasi? 

Bagi saya standarisasi itu suatu kebutuhan. Bayangkan jika bekerja tanpa standar. Bagaimana kita memastikan produk yang kita kerjakan hari ini dan besok bisa sama. Bagaimana sistem pelayananan kita terhadap pelanggan bisa sama. Jika tidak ada standar, berarti tidak ada tolak ukur, tidak ada KPI, jika itu tidak ada bagaimana bisa meningkatkan produktifitas, melakukan improvement, meningkatkan kepuasan pelanggan, daya saing. Tidak bisa. 

Di sisi lain. Standarisasi itu sangat diperlukan karena itu merupakan salah satu kebutuhan dari bisnis. Kalau tidak ada standar maka pekerjaan yang kita hasilkan tidak akan sama kualitasnya, pelayanannya. Bagaimana costumer bisa percaya sama kita. Lalu bagaimana kita akan berkompetisi di lokal apalagi luar negeri. 

Bagi kami standar merupakan bagian dari perlindungan konsumen. Dengan memiliki standar artinya kita melindungi konsumen kita. Barang yang kita produksi memiliki standarisasi yang jelas, tingkat pelayanan yang baik, jika ingin komplain ada costumer yang bisa dihubungi. Sehingga pelanggan jadi terlindungi dan merasa bahwa barang yang dibeli memiliki kualitas yang bagus. Secara tidak langsung akan meningkatkan market share kita. 

Yang tidak kalah penting dari standarisasi adalah bahwa sebenarnya kita bisa melindungi karyawan kita sendiri. Kalau bekerja tanpa standar kesehatan, keselamatan, akan membahayakan. Juga menjadi penting bagaimana produk kita bertanggungjawab terhadap lingkungan. Itu juga bagian dari standarisasi. Tiap proses terkait dengan standarisasi mulai dari suplayer, proses produksi, delivery, purna jual, dan tanggungjawab terhadap lingkungan. 

  1. Bagaimana Bapak memandang bahwa penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) sangat penting bagi Schnedier Electric Cikarang Plant? 

Ujung tombaknya dari Schnedier adalah sustainability, bisnis kita harus sustain tidak boleh sebentar. Kami sudah menerapkan SNI sejak tahun 2011, tiap tahun mendapatkan SNI Award. Otomatis dengan penghargaan tersebut brand image kita juga naik. Kedua daya saing. Kita mempunyai tolak ukur, KPI yang jelas. Kita tahu improvement-nya dimana sehingga bisa meningkatkan daya saing. 

Kepuasan pelanggan juga meningkat karena penerapan standar yang konsisten. Kami selalu mengukur kepuasan pelanggan. Mereka mengisi survey untuk menilai dan memberikan masukan. Kita juga menelpon costumer untuk meminta masukan. Semua memberikan respon bagus. 

Karyawan juga akan puas. Sebagian keuntungan kita bagikan kepada karyawan sebagai bentuk apresiasi dan peningkatan kesejahteraan mereka. Juga tidak luput selalu ikut berkontribusi terhadap lingkungan dan pendidikan masyarakat sekitar.  

  1. SNI apa saja yang diterapkan oleh Schnedier Electric? 

Pertama SNI ISO 9001, kedua SNI ISO 14001, SNI ISO 5001, SNI 6507 persyaratan umum kelistrikan, dan lain-lain. 

  1. Bagaimana cara Bapak untuk mendorong serta menjaga konsistensi manajemen terkait penerapan SNI? 

Kami selalu menyampaikan bahwa kualitas adalah keselamatan buat pelanggan. Artinya jika kualitas tidak baik akan membahayakan pelanggan. Pertama, bagaimana mendorong orangnya, bagaimana orang kita sudah paham pentingnya standarisasi, lalu bagaimana melakukan, setelah itu harus konsistensi. Kita ada quality policy, politik komitmen. Orang membeli produk kita karena brand value. Itu diciptakan dari pengalaman costumer. Bagaimana menciptakan pengalaman yang baik karena karyawan bekerja dengan baik. 

Kedua bagaimana membangun sistem manajemen mutu yang terintegrasi. Itu yang menjadi acuan. Adanya standarisasi, ada KPI yang jelas. Kalau ada yang kerjanya tidak jelas berarti manajemennya ada yang salah. Membangun standarisasi mutu yang terintegrasi menjadi penting agar kita bisa konsisten menjalankan standarisasi. Kemudian bisa mengukur kinerjanya dengan baik, memberikan reaksi yang cepat terhadap sebuah masalah dengan reaksi yang sama sesuai standarisasi. Mengetahui improvement apa yang dilakukan agar tidak lepas dari standar yang telah ditentukan. 

Ketiga bagaimana meyakinkan bahwa produk purna jual kita juga baik. Mendengarkan voice of costumer. Kampanye ini tidak hanya diinternal perusahaan tapi juga dengan semua orang yang terlibat dengan bisnis saya. Yang penting adalah adanya orang yang bertanggungjawab dalam menjaga standarisasi. Kalau tidak ada yang bertanggung jawab akan repot. Ada namanya project system manajemen tim, indevelopt performance tim. Mereka berkolaborasi menjamin penerapan standar. 

Ada rutin internal audit. Ada apresiasi kepada karyawan yang berhasil menerapkan standar dengan baik. Untuk mendorong semua berperan aktif dalam penerapan standar. Tidak hanya mendorong tapi juga ada apresiasi. 

  1. Apa tantangan Bapak untuk memimpin penerapan SNI dalam perusahaan dan bagaimana Bapak melewatinya

Chalengge yang paling pertama merubah mindset. Bahwa kualitas itu penting, standarisasi itu penting. Bahwa itu adalah kebutuhan kita. Kalau kita mau perusahaan ini berjalan dengan baik, mau bekerja lebih lama lagi agar perusahaan tetap sustain, maka kita semua harus menjaga kualitas, kita butuh standarisasi. Itu yang kita tanamkan kepada mereka bagaimana mindset mereka berubah. 

Kemudian mindset bagaimana intimacy dengan costumer, bukan hanya costumer yang membeli produk tapi juga semua stakeholder juga merupakan costumer, suplayer dan semua yang terkait. Semua mengarah ke digitalisasi dan membutuhkan tranformasi digital. Penilaian tidak cukup hanya dengan “oke” dan “centang” tapi harus dengan riil number. Makanya harus membuat sistem secara digital. Semua data ada secara digital. Bagaimana menyadarkan bahwa semua itu penting butuh proses

Kedua case manajemen. Perubahan masif dan cepat, kita akan ketinggalan. Artinya change manajemen harus diperhatikan. Kembali ke manusianya lagi. Ketika ada perubahan, ada mindset yang tidak sesuai maka perlu diberi pemahaman mengenai dampak apa saja dari perubahan. Mereka tetap bekerja tapi sistemnya dan cara kerja yang berubah. Ujungnya mereka akan engage dan jadi pelaku terhadap perubahan itu. 

  1. Apa suka duka yang Bapak rasakan dalam membangun budaya mutu dalam perusahaan?

Sukanya dengan perubahan-perubahan itu kita bisa menikmati hasil secara bertahap. Semua ada proses. Mulai merasa brand makin kuat, kompetitif naik. Market share makin luas. Tingkat kepuasan pelanggan mencapai 98%. Karyawan wajib memberikan ide perbaikan. Minimal dua ide tiap karyawan. Kita berikan apresiasi tiap ide. Kita punya standar. Dalam 1×24 jam harus ada respon dari atasan terhadap berbagai ide yang ditawarkan karyawan. Pola seperti itu yang kita lakukan. 

10. Apa yang Bapak targetkan kedepan terkait perjalanan karier Bapak?

Target Schneider kami akan terus berpartisipasi dalam SNI Award. Kedua kami jadi sosok yang menjalankan sigma factory, light force penerapaan 4.0. Kemudian saat ini target menjadi perusahaan net zero operation pada 2025. 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *