Jakarta, 12 Februari 2023 – Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang turun banyak disoroti oleh publik. merosot empat poin pada 2022. Dalam indeks disebutkan Indonesia berada pada angka 34, turun dari sebelumnya 38. Selain itu, posisi Indonesia juga berada di posisi 110 dari 180 negara yang disurvei.
Transparency International Indonesia (TII) menyebut, rilis IPK Indonesia 2022 itu mengacu pada delapan sumber data dan penilaian ahli untuk mengukur korupsi sektor publik pada 180 negara dan teritori.
Hal ini juga dibahas dalam diskusi #Safari24 Total Politik yang berlangsung di Jakarta, 12 Februari 2023 dengan tema “Persepsi Korupsi Melorot, Kinerja Pemberantasan Korupsi Disorot”. Acara yang menghadirkan narasumber Kurnia Ramadhana (Peneliti ICW), Wayan Sudirta (Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI-Perjuangan), Ali Fikri (Juru Bicara KPK), dan Margarito Kamis (Pakar Hukum Tata Negara).
Menurut Margarito Kamis, pemberantasan hukum memang politisasi. “Pertanyaannya, kemana politisasi itu mau dibawa? Keadilan itu jantung bangsa. Politisasi harus untuk memastikan keadilan yang utuh,” lanjutnya
Kasus pengadaan helikopter AW 101 juga mencuat dalam diskusi ini. Ada proses hukum yang dipaksakan sejak kasus ini dimulai tahun 2017 yang lalu. “Saya tergelitik, audit harusnya dilakukan BPKP, bukan internal KPK. KPK tidak punya kewenangan untuk melakukan audit.
Memang di pra peradilan sudah diakui kalau kasus ini layak untuk disidangkan, tapi menurut saya tetap ada masalah. Kita tidak mau ada pemberantasan korupsi yang prosesnya di luar kewenangan. Begitu hukum bobrok, habis bangsa ini! ” Ungkap Margarito.
Hal senada juga disampaikan Wayan, menurutnya siapapun yang menjadi ketua KPK tidak boleh menyimpang. “Lemahnya integritas dan kualitas penegak hukum di bidang-bidang seperti pengadaan barang dan jasa serta perizinan. Kita harus benahi. KPK juga kurang kordinasi dan supervisi. Banyak sekali kekurangan KPK yang dibahas di komisi 3. Reformasi birokrasi sudah dimulai tapi masih tertatih-tatih,” ungkap Wayan.
Namun KPK, melalui juru bicaranya Ali Fikri mengatakan hal tersebut adalah perkara teknis. “ Terkait kasus AW itu perkara teknis, dalam hal perbedaan pendapat itu hal biasa. Nanti di persidangan bisa dibuktikan,” ungkap Fikri.
Dengan begitu, lanjut Margarito, KPK mengenyampingkan prinsip-prinsip proses hukum yang baik. Sehingga ada kekhawatiran merugikan orang-orang yang sebenarnya tidak bersalah justru dipersalahkan karena ingin dinilai masyarakat menjalankan kinerja yang baik. “Terkait nama baik yang tercemar karena proses hukum, suka atau tidak suka, penegakan hukum harus ditakar dengan prinsip-prinsip yang beres dulu. Jadi tidak boleh serampangan.
ICW juga menyoroti hal ini, “masyarakat khawatir KPK menanggapi IPK ini dengan biasa-biasa saja. KPK tidak ada trust dari eksekutif, saya khawatir di internal KPK disibukkan dengan prestasi-prestasi yang semu.Harus ada perbaikan internal di KPK. Presiden harus campur tangan untuk upaya pemberantasan korupsi saat ini. Itu janjinya, jangan sampai 2024 presiden dicap lip service. Presiden adalah atasan administratif penegak hukum, campur tangannya sangat dibutuhkan saat ini,” punjas Kurniawan.