Masalah keamanan pangan menjadi hal yang sangat serius. Ini menyangkut kesehatan, keselamatan serta masa depan manusia. Penerapan standar di bidang pangan, diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih. Perlu kerjasama seluruh pihak terkait dan peran aktif, baik pemerintah, industri, para pakar maupun konsumen yang terkait dengan pangan, demi mewujudkan kesehatan yang lebih baik.
Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), Kukuh S. Achmad dalam Peringatan Hari Keamanan Pangan Dunia (World Food Safety Day) dengan tema “Safer food, better health” atau “Pangan lebih aman, kesehatan lebih baik” di Jakarta pada Selasa (7/6/2022) mengatakan, masyarakat berhak untuk mendapatkan pangan yang aman, yang bebas dari kontaminan dan bahaya keamanan pangan, serta tidak menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan.
Masih banyaknya kasus keracunan makanan di Indonesia, menjadi salah satu bukti akan komitmen jaminan keamanan pangan yang masih perlu ditingkatkan. Seperti diberitakan dalam laman Kompas.tv, terdapat 12 kasus dugaan keracunan di Indonesia sepanjang 2021. Juga baru-baru ini ditemukan 94 warga Bojonegoro keracunan usai santap makanan di acara hajatan.
Masih banyak kasus lain terungkap dan ini bisa saja membahayakan konsumen baik jangka pendek ataupun jangka panjang.
Oleh karenanya, Kukuh mengingatkan akan slogan if it is not safe, it is not food. “Pangan yang aman sangat penting untuk peningkatan kesehatan dan kesejahteraan manusia. Pangan yang aman juga berkontribusi dalam mewujudkan ketahanan pangan dan penguatan sistem pengawasan pangan nasional yang akan memungkinkan suatu negara mengambil tindakan dalam rangka mengurangi masalah penyakit bawaan pangan,” ujar Kukuh.
Dalam konteks ini, standardisasi kemudian menjadi tools yang diterapkan oleh berbagai negara untuk membantu memberikan jaminan kepada konsumen sekaligus panduan bagi produsen dalam menghasilkan produk makanan yang aman.
BSN telah menetapkan standar berkaitan dengan keamanan pangan yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI) CAC/RCP 1:2011 Rekomendasi Nasional Kode Praktis–Prinsip umum hygiene pangan, yang diperbaharui menjadi SNI CXC 1:1969 Prinsip Umum Higiene Pangan (revisi 2020), dan SNI ISO 22000:2018 Sistem Manajemen Keamanan Pangan–Persyaratan untuk organisasi dalam rantai pangan, serta standar produk dan metode uji. SNI ini merupakan rujukan bagi produsen dalam memproduksi makanan yang terjamin keamanan dan kualitasnya.
Sebagai Lembaga yang mewakili Indonesia dalam Codex Alimentarius Commission (CAC) – Badan Internasional di bawah FAO dan WHO, BSN bersama Kementerian/Lembaga terkait serta pemangku kepentingan lain juga turut aktif dalam forum CAC.
Hal ini dilakukan untuk memastikan terwujudnya perlindungan kesehatan masyarakat serta terwujudnya praktik perdagangan yang adil dalam bidang pangan.
“Selain itu agar BSN bisa turut memperjuangkan kepentingan Indonesia melalui proses-proses dalam perumusan standar Codex,” tambahnya. Perjuangan BSN juga tak sia-sia. Beberapa usulan Indonesia menjadi rujukan/diadopsi dalam penyusunan standar Codex seperti mi instan, tempe, tepung sagu, dan lain-lain, serta saat ini usulan Indonesia untuk standar pala akan memasuki tahap akhir pembahasan di Codex.
Untuk mengoptimalkan peran Indonesia dalam CAC, Indonesia membentuk organisasi Codex Indonesia atas dasar komitmen bersama antar instansi yang memiliki tugas dan kewenangan di bidang pangan.
BSN kemudian ditunjuk sebagai Codex Contact Point Indonesia yang bekerja bersama dengan Komite Nasional Codex Indonesia, yang terdiri dari Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian. Organisasi ini memiliki tugas fungsi berkaitan dengan bidang standar keamanan, mutu dan perdagangan pangan, serta asosiasi industri, asosiasi konsumen dan pakar di bidang pangan.
“Dalam rencana strategisnya, Codex Indonesia berupaya untuk merespon isu penting terkait keamanan, mutu dan perdagangan pangan di tingkat nasional dan internasional serta meningkatkan efektivitas partisipasi Indonesia dalam perumusan standar Codex berbasis ilmiah,” tutur Kukuh.
“Di tingkat nasional, diupayakan untuk meningkatkan pemanfaatan standar Codex dalam pengembangan standar dan regulasi nasional serta meningkatkan keterlibatan pemangku kepentingan dalam perumusan standar Codex,” lanjutnya.
Oleh karena itu, Kukuh mengajak kepada seluruh pemangku kepentingan di bidang keamanan, mutu dan perdagangan pangan, baik pengambil kebijakan di pemerintahan, lembaga penelitian, pakar/akademisi, industri, konsumen untuk saling bersinergi. Apalagi, isu mengenai pangan selalu berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, inovasi, kebutuhan, bahkan gaya hidup konsumen.
“Momentum peringatan World Food Safety Day tahun ini, adalah untuk meningkatkan penerapan standar, sinergi antar K/L serta peran aktif Indonesia di forum CAC demi mewujudkan pangan yang aman, dan kesehatan manusia menjadi lebih baik,” pungkas Kukuh.